Singgah

Perempuan dengan iris coklat gelap itu pasti akan membunuhku, katanya dalam surat yang kubaca dia mengutarakan kejujurannya, dan aku, tidak pandai berurusan dengan perempuan.

Adigra, biasaku memanggilmu, di telepon, dalam dua kali sambungan, dan aku merengek memintamu datang, tak perlu lama menunggu, pintu sudah kau ketuk, aku haus cumbu mesra bibir penuhmu, tak kusangka candunya melebihi canduku akan Torabika, jika kuendus aroma itu, nalarku liar bergegas mencarimu, 

Lima tahun lalu,perempuan itu datang menawarkan satu batang kretek, dia bilang menunggu itu pekerjaan melelahkan. Memang, aku baru dalan hitungan bulan punya rutinitas menunggu, dalam kafe, segelas kopi dan cookies, aku selalu bertanya pada diriku, apa sebenarnya yang aku tunggu?

Jujur, aku tidak punya kekasih, kalau aku pandai berinteraksi dengan lawan jenis, selamaku hidup tidak akan melajang, seorang pengangguran pula, dan perempuan dalam maxi dress motif celup tanpa lengan, duduk di depanku, aku tak mengerti dia datang tiba-tiba

“Kau perokok?” Tanyanya, aku menggeleng, aku tidak bisa merokok, jujur saja, menghisap asap itu, menurutku apa enaknnya? Jangan, jangan pernah bilang laki-laki tanpa rokok terlihat aneh, lihatlah aku, tanpa rokok pun aku cukup kewalahan menerima teror di setiap persinggahan, banyak pasang mata mengintai dan mengawasi, kan  sudah kujelaskan tadi, aku tidak pandai berinteraksi dengan lawan jenis.

“Bodoh, mati gaya sudah.”

“Mbak,” sapaku agacanggung, kutaksir usianya mungkin sama denganku, tapi efek dari rokok yang dihisapnya itu membuat wajahnya lebih tua, mungkin tiga tahun diatasku. Tapi, secara keseluruhan perempuan ini, aku harus mengatakan ini sebagai laki-laki normal, “Kau seksi.”

Kau masih muda sekali, berapa usiamu?”

“Tiga puluh tahun, bulan lalu, dan kau?”

Matanya tajam menatapku, jika hanya dengan menatap bisa melubangi dada, mungkin saja tatapannya akan langsung melubangi dadaku, aku menggelepar, tapi bukan hasrat suka, tapi sesuatu yang bergejolak dalam diriku, jika tidak tertuntaskan, ah,pening pasti rasanya.

Pub & Lounge, 12:00 at Room 205,

Kami berpeluh di balik selimut tebal

Pria macam apa kau ini? Aku sekarat disini, butuh kamu. 

Pernah suatu sore, Bandung kota tempat tinggalnya, di guyur hujan sejak pukul lima hingga lepas magrib, di kamar tidak luas dan berantakan, perempuan itu mengeluh karena aku sudah tiga hari tanpa kabar, dia bilang;

“Kalau kau terus hilang tanpa kabar, sampai mati pun aku akan tetap mencarimu.”

Aku bergidik ngeri, oh, dia seorang psycopat berdarah dingin. Kepalanya bersandar di dadaku, aku masih dengan sisa peluh, hujan deras mengantarkan hawa dingin menelusup ke balik selimut tebal, meremang bulu-bulu di permukaan kulit, dan kami kembali hanyut menuntaskan nikmat birahi.

kau bilang malam itu, kau hanya singgah, dan tidak bisa dimiliki, persetan dengan itu. Apa yang telah kita lakukan selama ini? Kau miliku! Tidak seorang pun oleh mengambilnya dariku, dan jika kau yang memutuskan pergi dari diriku, kau ingat apa yang akan aku lakukan? 

Jelas, aku kuingat ancamanmu, kau hendak memotong urat nadimu, saat kuberalasan lelah, serius aku tak main-main, setiap hari kita melakukannya, aku aku bosan, ingin sesuatu yang baru, aku sudah mengatakan ini di awal sebelum kau mengajalku ke sana, 205, kau ingat?

“Jangan menatapku, kau akan hanyut.” Kataku, ini sungguhan, karena aku bukan tipe laki-laki penuh basa-basi, berinteraksi dengan lawan jenis.

Perempuan itu menatang, “Aku ingin hanyut, mari kita coba”

“Aku hanya singgah, aku tidak menetap di kota ini, aku pengangguran, kau tidak yakin?”

“Aku penasaran”

“Kau akan jatuh cinta,setelah itu.”

“Aku makin ingin membuktikannya.”

“Baiklah, satu jam?”

“Aku tidak ingin dibayar, aku ingin kamu sepenuhnya.”

“Tidak bisa!”

“Kenapa?”

“Aku hanya pendatang.”

“Banyak bicara!”

Adigra, aku mohon, datanglah, tidak bisa kau terus menyakitiku seperti ini. 

Aku sudah katakan, aku tidak bisa berinteraksi dengan lawan jenis, dan aku tidak ingin berurusan dengan perempuan, aku tidak ingin terikat, aku ingin bebas, tanpa ada beban. Kita sudah sepakat bukan?

“Aku akan pergi ke tempat asalku, bisakah kau tidak meneleponku lagi?”

Perempuan di depanku mendengus, tanpa busana, menyulut rokok. Matanya sesekali mengerjap, “Jika kau pergi, aku akan mati.”

“Kau ini, sudah berulang kali kubilang, aku hanya singgah, kau tidak bisa mengikatku.”

“Kau yang mengikatku, aromamu, aku candu, dan…” matanya kembali terpejam, rokok dibiarkan mengabu dihisap angin. Aku kembali berpeluh.

“Ini yang terakhir oke, waktuku sudah habis, perjalananku masih panjang.”

Baiklah, tuntasnya seperti malam-malam biasanya, buatlah aku seperti-seperti…” kalimatnya tersendat, kini hanya desahan yang menggema, ruang 205, pukul dua dini hari, senyap.

Maafkan aku, dari sekian banyak perempuan yang pernah  bersamaku dalam satu ranjang, hanya kau yang paling mengesankan, tak lebih dari itu. Maafkan aku.. 

Aku memasukan surat balasan ke dalam amplop, dan menyerahkannya pada Bapak paruh baya di balik meja.

 

Mengagumi Seseorang

Mengagumi seseorang secara diam-diam adalah suatu hal yang   menyenangkan.

Mengapa harus diam-diam?

Bisa jadi, karena kekaguman itu tidak butuh apa-apa. Hanya bersyukur bahwa ia ada, menginspirasi, menjadi sumber kebahagiaan dengan hal-hal yang mungkin tidak logis. Bisa jadi, karena tidak kenal sama sekali dengan orang yang dikagumi, hanya tahu sekilas saja, atau malah terlalu dekat dan mengerti banyak hal, sehingga kondisi-kondisi tersebut akan lebih meningkatkan rasa canggung pada interaksinya. Bisa jadi, karena seseorang itu sudah terlalu banyak dikagumi oleh orang lain, kenyang dengan pujian, terbiasa menjadi selebriti, atau sudah mahir berpura-pura bahwa ia biasa saja meski terselip pemahaman tentang kelebihan-kelebihan yang dimilikinya. Bisa jadi, karena tidak ada celah atau bahkan sia-sia jika perasaan tersebut diungkapkan. Bisa jadi, apa lagi ya?

Seringkali, saya tersenyum melihat interaksi kecil yang pernah saya lakukan atau ketika tidak sengaja melihat orang-orang yang saya kagumi ada di timeline salah satu atau beberapa media sosial. Sesungguhnya, semakin saya mengagumi seseorang, semakin saya tidak ingin tahu tentang keaslian orang tersebut. Untuk apa? Bukankah kekaguman ada karena positivitas yang ia miliki?

Jadi, jelas berbeda dengan orang-orang terdekat atau orang-orang yang seringkali dirindukan, bukan?

I crave you 2

a.tjndr

Aku mencintaimu untuk alasan yang salah. Tak ada yang tersisa di sini selain derita, aku tahu.

Tiga tahun siksaan dan cinta yang menyiksa. Ternoda.

Ku tak bisa mendekapmu,

Hidup penuh cinta, membara seterang api.
Jatuh cinta, tak peduli kata orang.
Apa yang salah denganku? Mengapa?
Mengapa aku begitu buta dan bodoh sekali tuk melihat bahwa kita..

Aku butuh seorang teman yang menyenangkan, Sungguh, yang siap mendengarkan. Katakanlah, di sini kah kuharus menyerah?

image

Ps: Dia seseorang yang tak bisa kudeksripsikan. Seseorang yang tak bisa ku mengerti. Love is hard and always be.

I love you more than word can say. I love you more then every action i take.

“I crave you” Adalah kisah Kakak saya.
Dia seorang gay.

Lihat pos aslinya

Sesuatu yang hilang

Apa yang kau cinta?

Aku?

Bukan,

Lalu..?

Itu yang sedang aku pikirkan. Dua bulan terakhir ini, aku selalu di datangi sosoknya, ah, sosok? Apa pantas ia di sebut sosok? Dia manusia, cipta’an Tuhan yang sempurna. Dia punya dua mata yang sendu, namun tajam. Hidung yang bulat, dengan ujung yang runcing, bibir ranum, dengan bibir bawah lebih tipis, dinaungi dengan dua alis yang tebal. Rambut ikal yang berombak selalu di gerai, ia selalu membiarkan anak rambutnya di mainkan angin sepoi.

Pertama kali kulihat dia di persimpangan jalan. Dengan dua kantong plastik besar di bawanya. Senyumnya merekah ketika ia berpapasan dengan seseorang yang mungkin di kenalnya. Ah, aku hanyut dalam beberapa saat, bahkan lupa tujuanku.

Dua, tiga sampai satu minggu aku di buat kecanduan. Lagi-lagi aku sengaja mendatangi persimpangan tersebut, dan terima kasih Tuhan atas semuanya, kau pertemukan kami lagi. Kali ini dengan topi pantai, kemeja bermotif bunga nyaris menelan tubuh mungilnya, di balut dengan rok berwarna putih. Jujur, ini penampilan yang menurutku agak kurang baik.

Berjalannya waktu, aku sempurna menajadi lelaki penguntit. Gara-gara dia, si pemilik wajah yang ayu, senyum manisnya candu. Aku tahu namanya, Rustini, empat bersaudara, dia paling bontot dan masih lajang. Menurut tetangga, dia seorang pemalu, perawan tua di desanya. Dia tertutup, kebiasaannya saat senja sampai berubah kelabu, dia sering berdiri di tepi rel kereta api.

” Dia itu aneh, Mas. Suka ngomong sendiri, kalau di sebut gila, dia waras kok, mungkin setengah gila.” Kata Ibu bertubuh montok.

” Dia frustasi di tinggal mati kekasihnya, Mas. Haryato itu loh Mbak Sum, yang katanya mati di keroyok karena ngehamilin anak SMA.”

Para Ibu-ibu tersebut bergidik ngeri.

***

Tekadku bulat. Sekarang Rustini sedang duduk di bangku panjang. Waktu menunjukan pukul lima sore. Sehabis ini pasti dia bergegas ke rel kereta, aku harus cegah dia, demi mengutarakan isi hati. Harus, tidak bisa lagi kutunda, dada ini bergemuruh ketika ingat wajahnya, tidur pun rasanya terus di hantui bayangnya.

Sepuluh langkah menuju tempatnya, Rustini menengok. Dia sadar kehadiranku, senyum kikuk karena kepergok. Dia balas senyum serupa, matanya berair, sudut bibirnya mereka, hidungnya memerah, sisa-sisa air yang ia seka sembarang membekas gurat basah di sekitar pipi.

” Rustini?” sapaku gugup.

” Siapa Mas?”

” Kusuma, Rus. Boleh duduk?”

” Boleh Mas.”

” Ada yang ingin saya bicarakan, Rus. Maaf, saya jadi sok akrab gini.”

” Saya sudah tahu Mas, juga maksud kedatangan Mas”

” Sungguh?”

Kau, sapa, lalu kau toreh luka.

Jatuh bangun, nyaris sekarat, kupulihkan luka. Kini, seseorang yang Tuhan kirim untuk membantu pulihkan luka. Bayangmu semakin melekat.

Jalan – Jalan ke India

Arta Ulina's blog

Perjalanan ke India bulan Oktober Tahun 2010.

Bulan Oktober sangat cocok bepergian ke India karena musim moonson (hujan yang sering mengakibatkan banjir) sudah berlalu. Cuaca sangat mendukung bagi pengunjung dari negri tropis.

Travelling ke India ?  tak pernah terpikirkan, keinginan biasanya ingin pergi ke negara-negara maju seperti Eropa yang komplit dengan kemajuan teknologi, seni dan budaya tua yang sangat indah. Tapi berhubung “virus” AirAsia dengan promo penerbangan yang murah sudah menginfeksi…. sekalian ambil kesempatan ini menjelajah negrinya Amir Khan & Rani Mukherji yang cakep 🙂

Rute Perjalanan : Medan – Kuala Lumpur – Kolkata – Varanasi – Agra – New Delhi – Kuala Lumpur – Medan

Jadwal perjalanan : 17 – 26 Oktober 2010

Persiapan :

  1. Tiket Pesawat pp
  2. Bookingan Hotel/penginapan
    Booking di http://www.hostelworld.com dan http://www.hostelbookers.com
  3. Paspor + Visa
    Visa kami urus di konsulat India di Medan. Pagi hari berkas masuk, sorenya visa sudah keluar sekalian pembayaran. Syarat-syarat urus visa…

Lihat pos aslinya 1.537 kata lagi

Perjalanan 25 Hari ke Eropa

Arta Ulina's blog

IMG_2388

Travelling ke Eropa adalah hal yang banyak diidamkan orang termasuk saya. Rencana ini sudah ada beberapa tahun sebelumnya dan baru terealisasi Tahun 2010. Untungnya pengalaman selama perjalanan ini selalu saya tulis di buku catatan kecil saya, jadi memudahkan saya untuk menulis blog ini.

Jadwal Perjalanan : 1 – 26 Maret 2010

Berangkat dari Indonesia tanggal 1 Maret 2010 dan pulang dari Belanda tanggal 26 Maret 2010. Travelling bersama seorang teman, jadi semua persiapan dilakukan sendiri. Tiket pesawat sudah saya beli jauh-jauh hari dari bulan September 2009 karena saat itu KLM sedang promo. Rute KLM Jakarta-Kuala Lumpur-Amsterdam, karena saya tinggal di Medan maka tiket pulang pergi yang saya ambil Kuala Lumpur-Amsterdam yang harganya tidak sampai Rp 7 Juta.

PERSIAPAN RENCANA PERJALANAN

Tiket pp pesawat yang dibeli secara online sudah di tangan, persiapan untuk rencana perjalanan dan yang berkaitan dengan visa masih lama karena paling cepat permohonan visa dilakukan 3 bulan sebelum…

Lihat pos aslinya 2.499 kata lagi